Kebijakan dan Peraturan
Tugas dan Fungsi
TUGAS DAN FUNGSI MAHKAMAH SYAR’IYAH
I. |
Dasar Hukum |
|||||
1. |
Undang-undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh ; |
|||||
2. |
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh Sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam; |
|||||
3. |
Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman ; |
|||||
4. |
Kepres Nomor 11 Tahun 2003 tentang Mahkamah Syar’iyah dan Mahkamah Syar’iyah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam; |
|||||
5. |
Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor: KMA/070/SK/X/2004 tanggal 06 Oktober 2004 tentang Pelimpahan sebagaian Kewenangan dari Peradilan Umum Kepada Mahkamah Syar’iyah di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam; |
|||||
6. |
Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 10 tahun 2002 tentang Peradilan Syari’at Islam ; |
|||||
7. |
Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 11 tahun 2002 tentang Pelaksanaan Syari’at Islam Bidang Aqidah, Ibadah dan Syi’ar Islam ; |
|||||
8. |
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh ; |
|||||
9. |
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tantang Kekuasaan Kehakiman ; |
|||||
II. |
Mahkamah Syar’iyah adalah Lembaga Peradilan Syari’at Islam di Provinsi Aceh sebagai Pengembangan dari Peradilan Agama yang diresmikan pada tanggal 1 Muharram 1424 H/ 4 Maret 2003 M sesuai dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2001, Kepres Nomor 11 Tahun 2003 dan Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 10 Tahun 2002. |
|||||
Adapun tugas pokok dan fungsi Mahkamah Syar’iyah sebagai berikut : |
||||||
A. |
BIDANG YUDISIAL |
|||||
1. |
Kekuasaan dan Kewengan Mahkamah Syar’iyah dan Mahkamah Syar’iyah Provinsi adalah kekuasaan dan kewenangan Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama ditambah dengan kekuasaan dan kewenangan lain yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dalam bidang ibadah dan syi’at Islam yang ditetapkan dalam Qanun : |
|||||
a. |
Kekuasaan dan kewenangan Pengadilan Agama, sesuai dengan pasal 49 ayat (1) undang-undang Nomor 7 Tahun 1989, adalah memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara ditingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam dibidang : |
|||||
(1). |
Perkawinan ; |
|||||
(2). |
Kewarisan, wasiat, dan hibah yang dilakukan berdasarkan hukum Islam ; |
|||||
(3). |
Waqaf dan shadaqah |
|||||
b. |
Bidang Perkawinan sebagaimana yang dimaksud pada poin (1) di atas, adalah kekuasaan dan kewenangan menyangkut hal-hal yang diatur dalam atau didasarkan kepada Undang-undang mengenai perkawinan yang berlaku. |
|||||
c. |
Bidang kewarisan sebagaimana yang dimaksud pada point (2) diatas, adalah kekuasaan dan kewenangan penentuan siapa-siapa yang menjadi ahli waris, penentuan mengenai harta peninggalan, penentuan bagian masing-masing ahli waris dan melaksanakan pembagian harta peninggalan tersebut. |
|||||
2. |
Dalam melaksanakan amanat dari pasal 25 Undang-udang Nomor 18 Tahun 2001 dan Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 1o tahun 2002 telah memberikan kewenangan terhadap Mahkamah Syar’iyah untuk memeriksa, memutus dan menyelsaikan perkara-perkara pada tingkat pertama dan banding : |
|||||
|
||||||
Keuasaan dan kewenangan tersebut akan dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan kemampuan kompetensi dan ketersedian sumber daya manusia dalam kerangka sistem Peradilan Nasional. |
||||||
B. |
TUGAS POKOK NON YUTISIAL |
|||||
1. |
Pengawasan |
|||||
1. |
Melakukan pengawasan jalannya Peradilan tingkat pertama agar peradilan dilakukan dengan adil, jujur, cepat, sederhana dan biaya murah ; |
|||||
2. |
Mengadakan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas dan tingkah laku Hakim, Panitera/Sekretaris, Pejabat Kepaniteraan dan Juru Sita. |
|||||
3. |
Mengumpulkan data-data narapidana (pelaku Jinayah) apabila hakim Mahkamah Syar’iyah sudah mengadili perkara jinayah. |
|||||
2. |
Penasehat Hukum |
|||||
1. |
Menerima pendaftaran diri penasehat hokum/advokat dan pengacara praktek yang akan menjalankan tugasnya. |
|||||
2. |
Ketua Mahkamah Syar’iyah berwenang memberi izin insidentil kepada seseorang yang bertindak sebagai penasehat hukum. |
|||||
3. |
Menyimpan daftar penasehat hukum (advokat dan pengacara praktek yang bertugas didaerahnya dan mengirimkan daftar tersebut ke Mahkamah Syar’iyah Provinsi, Mahkamah Agung RI. |
|||||
3. |
Hisab dan Rukyat |
|||||
1. |
Melakukan hisab dan rukyat hilal untuk penentuan awal bulan qamariah, penentuan arah kiblat dan kelender hijriyah dll. |
|||||
2. |
Menyusun dan membuat Imsakiyah Ramadhan. |
|||||
C. |
TUGAS LAIN-LAIN |
|||||
1. |
Menyaksikan pengangkatan sumpah Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Walikota dan Wakil Bupati/Wakil Walikota. |
|||||
2. |
Ketua Mahkamah Syar’iyah sebagai Pembina KORPRI, Darmayukti Karini, IKAHI, IPASPI dan PTWP dan melakukan pembinaan terhadap unit tersebut. |
|||||
3. |
Ketua Mahkamah Syar’iyah Aceh atau Daerah agar membina kerjasama yang baik dengan lembaga MUSPIDA untuk kepentingan kedinasan dan menjaga citra wibawa Mahkamah Syar’iyah. |
|||||
4. |
Ketua Mahkamah Syar’iyah dapat memberikan nasehat bila diminta. |
|||||
5. |
Mengaktifkan majelis kehormatan hakim dimana ketua Mahkmah Syar’iyah Provinsi karena jabatan (ex officio) menjadi Ketua Majelis Kehormatan. |
Wilayah Yurisdiksi
Wilayah Yurisdiksi Mahkamah Syar'iyah Kutacane
Secara topografi dulunya menurut sebuah hikayat Aceh Tenggara adalah sebuah danau besar, yang terbentuk pada masa pra sejarah. Secara faktual hal ini dapat dilihat dari banyaknya nama desa atau daerah yang masih menggunakan kata pulo (pulau), ujung, dan tanjung, seperti Pulo Piku, Pulonas, Pulo Kemiri, Pulo Gadung, Pulo Latong, Tanjung, Kuta Gerat, Kuta Ujung, dan Ujung Barat. Selain itu, ditemukan banyak kuburan yang berada di atas gunung, seperti kuburan Raja Dewa di atas gunung Lawe Sikap, kuburan Panglima Seridane di atas Gunung Batu Bergoh, dan kuburan Panglima Panjang di atas Gunung Panjang. Nama alas sendiri diyakini berasal dari kata alas yang bermakna tikar atau landasan yang berbentuk lapangan yang sangat luas.
Kutacane adalah ibukota Kabupaten Aceh Tenggara, Provinsi Aceh, Indonesia. Secara geografis, Kabupaten Aceh Tenggara terletak antara 3055'23”–4016'37” LU dan 96043'23‘–98010'32” BT. Di sebelah utara berbatasan dengan dengan Kabupaten Gayo Lues, di sebelah timur dengan Provinsi Sumatera Utara dan Kabupaten Aceh Timur, di sebelah selatan dengan Kabupaten Aceh Selatan dan Kabupaten Aceh Singkil. Kutacane merupakan pintu masuk ke Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) dari wilayah Aceh, dapat dicapai lebih kurang 5-6 jam lewat darat melalui Kabupaten karo dari Medan,Sumatera Utara. Wilayah Kabupaten Aceh Tenggara (Agara) terletak di ketinggian 25-1000 meter di atas permukaan laut, berupa daerah perbukitan dan pegunungan. Sebagian kawasannya merupakan daerah suaka alam Taman Nasional Gunung Leuser. Suhu udara berkisar antara 25 sampai 32 Celsius.
Dalam sejarah panjang pemerintahan Kabupaten Aceh Tenggara, bermula dari disusunnya pemerintahan di seluruh Aceh pada awal tahun 1946 dengan mengelompokkan daerah-daerah yang berada “di tengah” Aceh, yakni Takengon, Gayo Lues, dan Tanah Alas ke dalam satu keluhakan yang disebut Keluhakan Aceh Tengah. Ibukota keluhakan direncanakan digilir setiap enam bulan antara Takengon, Blangkejeren, dan Kutacane. Jarak yang sangat jauh dan waktu tempuh yang sangat lama antara Kutacane ke Takengon, sekitar 250 km ditempuh dalam waktu 5-8 hari dengan jalan kaki, atau kalau menggunakan kenderaan harus melalui Medan, Aceh Timur, dan Aceh Utara dengan menempuh jarak sekitar 850 km, menyebabkan pelaksanaan pemerintahan tidak berjalan efektif. Terlebih lagi pada tanggal 21 September 1953 meletus Peristiwa Aceh (Daud Bereueh), yang mendorong beberapa tokoh yang berasal dari Sumatera Utara mencoba memasukkan daerah Tanah Alas ke dalam wilayah Sumatera Utara. Namun upaya ini tidak mendapat dukungan dari rakyat di Tanah Alas. Pada tahun 1956 Pemerintah Pusat menyadari bahwa salah satu penyebab meletusnya Peristiwa Aceh adalah dileburnya Provinsi Aceh ke dalam propinsi Sumatera Utara dan memutuskan untuk mengembalikan status propinsi kepada Aceh. Hal ini semakin mendorong pemimpin di Tanah Alas dan Gayo Lues untuk membentuk kabupaten sendiri, terlepas dari Kabupaten Aceh Tengah. Setelah melalui perjuangan tanpa kenal lelah, akhirnya Mayor Syahadat berhasil meyakinkan Pangkowilhan I Letjend. Koesno Oetomo untuk secara de facto menyatakan mengesahkan Daerah Tanah Alas dan Gayo Luas Menjadi Kabupaten Aceh Tenggara pada tanggal 14 Nopember 1967. Pada tahun 1974, setelah berjuang selama 17 tahun sejak tahun 1956, Pemerintah akhirnya menerbitkan UU No. 4 tahun 1974 tentang Pembentukan Kabupaten Aceh Tenggara dan peresmiannya dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri H. Amir Machmud pada tanggal 26 Juni 1974 dalam suatu acara yang khidmat di Kutacane. Kemudian pada tanggal 10 April 2002 kabupaten ini dimekarkan menjadi Kabupaten Aceh Tenggara dan Kabupaten Gayo Lues berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2002.
Secara administratif, sejak terbentuk pada tahun 1974 sampai dengan tahun 2013, Kabupaten Aceh Tenggara terbagi dalam 16 kecamatan, satu kelurahan, dan 385 desa. Sebanyak 282 desa diantaranya terletak di lembah dan 103 desa terletak di kawasan lereng Taman Nasional Gunung Leuser dan Bukit Barisan. Enam belas kecamatan yang ada di Aceh Tenggara adalah: Lawe Alas, Lawe Sigala-Gala, Babul Makmur, Bambel, Babussalam, Badar, Darul Hasanah, Lawe Bulan, Bukit Tusam, Semadam, dan Babul Rahmah, Deleng Pokhkisen, Tanoh Alas, Leuser, Ketambe, Babul Makmur dan Lawe Sumur.
Kabupaten Aceh Tenggara yang dikenal sebagai Lembah Alas, sangat kaya akan objek-objek wisata. Pengembangan pariwisata di Aceh Tenggara diarahkan pada pemanfaatan sektor pariwisata untuk meningkatkan pendapatan asli daerah dengan penekanan pada pariwisata alam (natural tourism). Sasaran dari pembangunan pariwisata adalah meningkatkan arus kunjungan wisatawan mancanegara dan wisatawan domestik dari tahun ke tahun. Objek-objek wisata ini dapat digunakan untuk tujuan pendidikan dan penelitian ataupun rekreasi dan olahraga. Untuk tujuan pendididkan sudah ada laboratorium penelitian dan camping ground yang dapat digunakan oleh siswa dan mahasiswa, serta peneliti dari lembaga-lembaga penelitian dan universitas dalam bidang biologi, kehutanan, ekologi, zoologi, dan iklim.