Wilayah Yurisdiksi
Wilayah Yurisdiksi Mahkamah Syar'iyah Kutacane
Secara topografi dulunya menurut sebuah hikayat Aceh Tenggara adalah sebuah danau besar, yang terbentuk pada masa pra sejarah. Secara faktual hal ini dapat dilihat dari banyaknya nama desa atau daerah yang masih menggunakan kata pulo (pulau), ujung, dan tanjung, seperti Pulo Piku, Pulonas, Pulo Kemiri, Pulo Gadung, Pulo Latong, Tanjung, Kuta Gerat, Kuta Ujung, dan Ujung Barat. Selain itu, ditemukan banyak kuburan yang berada di atas gunung, seperti kuburan Raja Dewa di atas gunung Lawe Sikap, kuburan Panglima Seridane di atas Gunung Batu Bergoh, dan kuburan Panglima Panjang di atas Gunung Panjang. Nama alas sendiri diyakini berasal dari kata alas yang bermakna tikar atau landasan yang berbentuk lapangan yang sangat luas.
Kutacane adalah ibukota Kabupaten Aceh Tenggara, Provinsi Aceh, Indonesia. Secara geografis, Kabupaten Aceh Tenggara terletak antara 3055'23”–4016'37” LU dan 96043'23‘–98010'32” BT. Di sebelah utara berbatasan dengan dengan Kabupaten Gayo Lues, di sebelah timur dengan Provinsi Sumatera Utara dan Kabupaten Aceh Timur, di sebelah selatan dengan Kabupaten Aceh Selatan dan Kabupaten Aceh Singkil. Kutacane merupakan pintu masuk ke Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) dari wilayah Aceh, dapat dicapai lebih kurang 5-6 jam lewat darat melalui Kabupaten karo dari Medan,Sumatera Utara. Wilayah Kabupaten Aceh Tenggara (Agara) terletak di ketinggian 25-1000 meter di atas permukaan laut, berupa daerah perbukitan dan pegunungan. Sebagian kawasannya merupakan daerah suaka alam Taman Nasional Gunung Leuser. Suhu udara berkisar antara 25 sampai 32 Celsius.
Dalam sejarah panjang pemerintahan Kabupaten Aceh Tenggara, bermula dari disusunnya pemerintahan di seluruh Aceh pada awal tahun 1946 dengan mengelompokkan daerah-daerah yang berada “di tengah” Aceh, yakni Takengon, Gayo Lues, dan Tanah Alas ke dalam satu keluhakan yang disebut Keluhakan Aceh Tengah. Ibukota keluhakan direncanakan digilir setiap enam bulan antara Takengon, Blangkejeren, dan Kutacane. Jarak yang sangat jauh dan waktu tempuh yang sangat lama antara Kutacane ke Takengon, sekitar 250 km ditempuh dalam waktu 5-8 hari dengan jalan kaki, atau kalau menggunakan kenderaan harus melalui Medan, Aceh Timur, dan Aceh Utara dengan menempuh jarak sekitar 850 km, menyebabkan pelaksanaan pemerintahan tidak berjalan efektif. Terlebih lagi pada tanggal 21 September 1953 meletus Peristiwa Aceh (Daud Bereueh), yang mendorong beberapa tokoh yang berasal dari Sumatera Utara mencoba memasukkan daerah Tanah Alas ke dalam wilayah Sumatera Utara. Namun upaya ini tidak mendapat dukungan dari rakyat di Tanah Alas. Pada tahun 1956 Pemerintah Pusat menyadari bahwa salah satu penyebab meletusnya Peristiwa Aceh adalah dileburnya Provinsi Aceh ke dalam propinsi Sumatera Utara dan memutuskan untuk mengembalikan status propinsi kepada Aceh. Hal ini semakin mendorong pemimpin di Tanah Alas dan Gayo Lues untuk membentuk kabupaten sendiri, terlepas dari Kabupaten Aceh Tengah. Setelah melalui perjuangan tanpa kenal lelah, akhirnya Mayor Syahadat berhasil meyakinkan Pangkowilhan I Letjend. Koesno Oetomo untuk secara de facto menyatakan mengesahkan Daerah Tanah Alas dan Gayo Luas Menjadi Kabupaten Aceh Tenggara pada tanggal 14 Nopember 1967. Pada tahun 1974, setelah berjuang selama 17 tahun sejak tahun 1956, Pemerintah akhirnya menerbitkan UU No. 4 tahun 1974 tentang Pembentukan Kabupaten Aceh Tenggara dan peresmiannya dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri H. Amir Machmud pada tanggal 26 Juni 1974 dalam suatu acara yang khidmat di Kutacane. Kemudian pada tanggal 10 April 2002 kabupaten ini dimekarkan menjadi Kabupaten Aceh Tenggara dan Kabupaten Gayo Lues berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2002.
Secara administratif, sejak terbentuk pada tahun 1974 sampai dengan tahun 2013, Kabupaten Aceh Tenggara terbagi dalam 16 kecamatan, satu kelurahan, dan 385 desa. Sebanyak 282 desa diantaranya terletak di lembah dan 103 desa terletak di kawasan lereng Taman Nasional Gunung Leuser dan Bukit Barisan. Enam belas kecamatan yang ada di Aceh Tenggara adalah: Lawe Alas, Lawe Sigala-Gala, Babul Makmur, Bambel, Babussalam, Badar, Darul Hasanah, Lawe Bulan, Bukit Tusam, Semadam, dan Babul Rahmah, Deleng Pokhkisen, Tanoh Alas, Leuser, Ketambe, Babul Makmur dan Lawe Sumur.
Kabupaten Aceh Tenggara yang dikenal sebagai Lembah Alas, sangat kaya akan objek-objek wisata. Pengembangan pariwisata di Aceh Tenggara diarahkan pada pemanfaatan sektor pariwisata untuk meningkatkan pendapatan asli daerah dengan penekanan pada pariwisata alam (natural tourism). Sasaran dari pembangunan pariwisata adalah meningkatkan arus kunjungan wisatawan mancanegara dan wisatawan domestik dari tahun ke tahun. Objek-objek wisata ini dapat digunakan untuk tujuan pendidikan dan penelitian ataupun rekreasi dan olahraga. Untuk tujuan pendididkan sudah ada laboratorium penelitian dan camping ground yang dapat digunakan oleh siswa dan mahasiswa, serta peneliti dari lembaga-lembaga penelitian dan universitas dalam bidang biologi, kehutanan, ekologi, zoologi, dan iklim.