Ketua MS Kutacane Mengikuti Diskusi Hukum untuk Wilayah I Aceh Secara Daring

on .

on .

1

Kutacane - Senin, (21/08/23), bertempat di Ruang Media Center, Ketua Mahkamah Syar`iyah Kutacane Heni Nurliana, S.Ag., M.H. mengikuti zoom meeting “Diskusi Hukum Wilayah Aceh I tentang Eksistensi dan Perkembangan Hukum Waris Islam serta Teknik Penanganan Perkara Waris”. Diskusi Hukum untuk Wilayah I Aceh yang hardir secara langsung terdiri dari : MS Sabang, MS Banda Aceh, MS Sigli, MS Calang, MS Meureudu dan MS Jantho sebagai tempat penyelenggaraan Diskusi. Narasumber YM. Hakim Agung Kamar Agama Mahkamah Agung RI Dr. H. Edi Riadi, S.H., M.H., turut hadir juga Ketua MS Aceh Dr. Drs. Rafi`uddin, M.H., Wakil Ketua MS Aceh Dr. Darmansyah Hasibuan, S.H., M.H., Ketua MS Jantho Dr. Muhammad Redha Valevi, S.H.I., M.H. dan Ketua, Wakil, dan Hakim MS Wilayah I Diskusi Hukum ini. Ketua MS Jantho, Muhammad Redha Valevi mengatakan diskusi tersebut bertujuan untuk mencari kesepahaman bagi para hakim syar’iyah di Aceh dalam memutuskan perkara waris tersebut. kemudian dia mengatakan karena Aceh pernah dilanda tsunami, jadi ada beberapa level waris yang hilang sehingga ada perdebatan-perdebatan selanjutnya yang sampai hari ini belum selesai. Faktanya banyak perkara masuk ke Mahkamah Syar’iyah.

2 3

Sementara, Ketua MS Aceh Rafi’uddin mengatakan, penyelesaian perkara waris terdapat banyak masalah. Misalnya, dari ahli waris, harta waris, dan pembagian waris. Ketua MS Aceh mengatakan dari segi ahli waris, kita sering tertipu itu pemohon tidak memasukkan seluruh ahli waris. Di situ terjadi ketimpangan, bisa jadi perkara itu tidak dapat diterima walaupun bisa diajukan lagi. Selanjutnya, Hakim Agung, Edi Riadi menuturkan, bagi hakim, hukum waris tidak berhenti dalam fikih dan perundang-undangan. Melainkan harus dilihat dari rasa keadilan masyarakat. Menurutnya, hal itu karena suatu amanat dari UU Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan hakim itu harus mempertimbangkan hukum yang hidup dalam masyarakat. Lanjutnya Edi menjelaskan, hakim harus selalu cepat dan antisipatif terhadap perkembangan hukum atau rasa keadilan yang tumbuh di masyarakat, karena yang paling utama bagi hakim menegakkan keadilan, beda dengan mufti yang menegakkan hukum. “Kalau ada hukum yang dirasa masyarakat tidak pas, kita diberi kewenangan oleh Allah untuk meninggalkan hukum itu,” katanya.

4 5

Diakhir diskusi, para hakim sebagai peserta banyak bertanya seputar masalah ahli waris di Aceh. Pertanyaan tersebut dijawab langsung dengan lugas oleh Dr. Edi sebagai Narasumber, untuk memberikan kesepahaman pemikiran tentang hukum waris yang berkeadilan. (BP)